HIGHLIGHT GALLERY
PLAYLIST BAND LIST & GENRES
POP UP GALLERY PHOTOGRAPHY VIDEOGRAPHY
SPOTLIGHT ROCKA ROOKIE
TERMS AND CONDITIONS PRIVACY POLICY HOW TO FAQ CONTACT US PASSPORT
PASSPORT LOGIN
HIGHLIGHT GALLERY
BAND LIST & GENRES PLAYLIST
POP UP GALLERY PHOTOGRAPHY VIDEOGRAPHY
SPOTLIGHT ROCKA ROOKIE
TERMS AND CONDITIONS PRIVACY POLICY HOW TO FAQ CONTACT US
Loading ...

POP UP GALLERY

DI CAI

/ ART / POP UP GALLERY / DI CAI
deborah ram mozes
DI CAI
by deborah ram mozes
DI CAI
Judul: “Dicai” (Watercolor and Pencil on Art Paper, 2024) “Dicai” lahir dari kesadaran yang menelusuri akar kosmologi Sunda Buhun, sebagaimana ditulis oleh Jacob Soemardjo dalam Pola Rasionalitas Sunda — bahwa air adalah lambang perempuan: sumber kehidupan, penyejuk, penyuci, sekaligus kekuatan yang dapat menenggelamkan dan menghancurkan. Dalam karya ini, Deborah Ram Mozes menafsirkan kembali simbolisme tersebut melalui tubuh visual yang lembut, mengalir, namun menyimpan daya gugatan yang kuat. Air dalam pandangan Sunda bukan hanya unsur alam, melainkan prinsip eksistensial — caian adalah inti dari keseimbangan semesta, penghubung antara lemah (tanah, tubuh) dan angin (roh, kesadaran). Dalam lukisan ini, figur perempuan hadir menyatu dengan gelombang dan dedaunan, seolah tubuhnya menjadi aliran semesta yang terus bergerak antara kelahiran dan kemusnahan. Warna biru yang mendominasi bukan sekadar estetika, melainkan simbol kedalaman batin, kesunyian, dan pengetahuan intuitif yang sering kali disisihkan dalam budaya yang rasional dan maskulin. Sebagaimana Soemardjo menyebut bahwa rasionalitas Sunda adalah rasionalitas rasa — berpikir melalui harmoni dan keseimbangan — karya ini bekerja dalam logika yang sama. Garis-garis pensil yang mengalir, berpadu dengan sapuan watercolor yang lembut, membentuk ritme yang mendekati doa visual. Ornamen-ornamen dedaunan bukan sekadar dekorasi, tetapi pernyataan spiritual bahwa alam dan tubuh perempuan saling mencerminkan — keduanya adalah sumber, keduanya adalah penjaga keseimbangan. Namun Deborah tidak berhenti di situ. Karya ini kemudian dipotong mengikuti bentuk tubuh dan ornamen, menjadi instalasi visual yang secara konseptual merepresentasikan bagaimana peran perempuan dalam masyarakat selalu “dipotong,” dibentuk ulang agar sesuai dengan pandangan sosial yang dominan. Pemotongan ini bukan sekadar teknik visual, melainkan kritik tajam terhadap bagaimana perempuan sering kali harus menyesuaikan diri dengan ruang yang dibatasi, agar diterima dalam bingkai sosial yang sempit. “Dicai” dengan demikian adalah karya yang bergerak antara penghormatan dan perlawanan — penghormatan terhadap kearifan timur yang memuliakan air dan perempuan sebagai sumber kehidupan, sekaligus perlawanan terhadap sistem sosial yang berusaha mengontrol, membentuk, dan memotong peran mereka. Dalam birunya yang hening, “Dicai” menjadi cermin kontemplatif: mengajak kita untuk memahami bahwa seperti air, perempuan tidak bisa dibekukan — ia selalu menemukan jalan untuk mengalir, menembus batas, dan menyuburkan kehidupan.
Published: Oct 27, 2025
Share to:
Facebook Twitter Linkedin
deborah ram mozes
MADAM123SENIKRAT456
by deborah ram mozes
Judul: “Dicai” (Watercolor and Pencil on Art Paper, 2024) “Dicai” lahir dari kesadaran yang menelusuri akar kosmologi Sunda Buhun, sebagaimana ditulis oleh Jacob Soemardjo dalam Pola Rasionalitas Sunda — bahwa air adalah lambang perempuan: sumber kehidupan, penyejuk, penyuci, sekaligus kekuatan yang dapat menenggelamkan dan menghancurkan. Dalam karya ini, Deborah Ram Mozes menafsirkan kembali simbolisme tersebut melalui tubuh visual yang lembut, mengalir, namun menyimpan daya gugatan yang kuat. Air dalam pandangan Sunda bukan hanya unsur alam, melainkan prinsip eksistensial — caian adalah inti dari keseimbangan semesta, penghubung antara lemah (tanah, tubuh) dan angin (roh, kesadaran). Dalam lukisan ini, figur perempuan hadir menyatu dengan gelombang dan dedaunan, seolah tubuhnya menjadi aliran semesta yang terus bergerak antara kelahiran dan kemusnahan. Warna biru yang mendominasi bukan sekadar estetika, melainkan simbol kedalaman batin, kesunyian, dan pengetahuan intuitif yang sering kali disisihkan dalam budaya yang rasional dan maskulin. Sebagaimana Soemardjo menyebut bahwa rasionalitas Sunda adalah rasionalitas rasa — berpikir melalui harmoni dan keseimbangan — karya ini bekerja dalam logika yang sama. Garis-garis pensil yang mengalir, berpadu dengan sapuan watercolor yang lembut, membentuk ritme yang mendekati doa visual. Ornamen-ornamen dedaunan bukan sekadar dekorasi, tetapi pernyataan spiritual bahwa alam dan tubuh perempuan saling mencerminkan — keduanya adalah sumber, keduanya adalah penjaga keseimbangan. Namun Deborah tidak berhenti di situ. Karya ini kemudian dipotong mengikuti bentuk tubuh dan ornamen, menjadi instalasi visual yang secara konseptual merepresentasikan bagaimana peran perempuan dalam masyarakat selalu “dipotong,” dibentuk ulang agar sesuai dengan pandangan sosial yang dominan. Pemotongan ini bukan sekadar teknik visual, melainkan kritik tajam terhadap bagaimana perempuan sering kali harus menyesuaikan diri dengan ruang yang dibatasi, agar diterima dalam bingkai sosial yang sempit. “Dicai” dengan demikian adalah karya yang bergerak antara penghormatan dan perlawanan — penghormatan terhadap kearifan timur yang memuliakan air dan perempuan sebagai sumber kehidupan, sekaligus perlawanan terhadap sistem sosial yang berusaha mengontrol, membentuk, dan memotong peran mereka. Dalam birunya yang hening, “Dicai” menjadi cermin kontemplatif: mengajak kita untuk memahami bahwa seperti air, perempuan tidak bisa dibekukan — ia selalu menemukan jalan untuk mengalir, menembus batas, dan menyuburkan kehidupan.
Instagram: https://www.instagram.com/madam_senikrat/

Comments (0)

You must be logged in to comment.
More by deborah ram mozes
See All
“Wening Lenyepan” (Keheningan yang Menyerap Segalanya) “Ieu Kumaha Carana? Reuk Asup!!” (Bagaimana Caranya Ini? Susah Masuk!!) Jangar “Teu Ningali Tapi Nyaho” (Melihat Tapi Buta)
Terms and Conditions Privacy Policy How To Contact Us
COPYRIGHT 2025 All rights reserved
COPYRIGHT 2025 All rights reserved

Delete Post

Are you sure you want to delete this post?

KICK MUSIC ART DCDC +
Band Photo
Song Title
0:00 0:00
play
pause
KICK MUSIC ART DCDC +