HIGHLIGHT GALLERY
PLAYLIST BAND LIST & GENRES
POP UP GALLERY PHOTOGRAPHY VIDEOGRAPHY
SPOTLIGHT ROCKA ROOKIE
TERMS AND CONDITIONS PRIVACY POLICY HOW TO FAQ CONTACT US PASSPORT
PASSPORT LOGIN
HIGHLIGHT GALLERY
BAND LIST & GENRES PLAYLIST
POP UP GALLERY PHOTOGRAPHY VIDEOGRAPHY
SPOTLIGHT ROCKA ROOKIE
TERMS AND CONDITIONS PRIVACY POLICY HOW TO FAQ CONTACT US
Loading ...

POP UP GALLERY

Ieu Awewe (ini perempuan)

/ ART / POP UP GALLERY / Ieu Awewe (ini perempuan)
deborah ram mozes
Ieu Awewe (ini perempuan)
by deborah ram mozes
Ieu Awewe (ini perempuan)
Ieu Awewe (Ini Perempuan) Medium: Blue Pencil Drawing on Banana Paper (Cut-Out Installation) Ukuran: A2 Karya “Ieu Awewe” menghadirkan sosok perempuan Sunda yang tampak sederhana, lembut, dan tradisional, namun menyimpan kekuatan batin, kearifan, dan kesadaran kosmologis yang dalam. Dengan menggunakan banana paper sebagai medium — bahan organik yang merepresentasikan kealamian, keberlanjutan, dan ketahanan — karya ini menjadi metafora tubuh perempuan yang hidup di antara kerentanan dan kekuatan. Terinspirasi dari Jacob Soemardjo dalam Pola Rasionalitas Sunda, karya ini menafsirkan kembali pandangan Sunda Buhun tentang perempuan sebagai penjaga keseimbangan semesta (pangreksa buana). Dalam tradisi Sunda, perempuan diidentikkan dengan unsur air — lembut tapi kuat, diam namun terus mengalir. Air menjadi simbol rasionalitas cair (fluid rationality): nalar yang tidak keras dan kaku seperti logika Barat, tetapi halus, intuitif, dan menyatu dengan alam. Namun, karya ini tidak berhenti pada pemujaan terhadap simbol perempuan. Potongan kertas yang membentuk figur perempuan ini adalah kritik tajam terhadap sistem sosial patriarki. Karya ini dipotong mengikuti bentuk tubuh dan wajah perempuan, lalu digantung dengan benang tipis — seperti tubuh yang harus terus menyesuaikan diri agar bisa “terlihat indah,” “terukur,” dan “diterima.” Perempuan di sini tidak hanya digambarkan, tetapi juga diperlakukan secara simbolik sebagaimana perannya dalam masyarakat: ditempel, digantung, dipotong sesuai dengan bingkai sosial yang membatasinya. Rambut yang menjelma menjadi sulur daun dan bunga melambangkan pertumbuhan spiritual dan kekuatan alamiah perempuan, namun juga memperlihatkan bagaimana keindahan seringkali dijadikan legitimasi estetika untuk menutupi kontrol sosial atas tubuh dan peran perempuan. Dalam konteks estetika paradoks Soemardjo, karya ini mempertemukan dua dunia: antara keindahan dan luka, antara keheningan dan perlawanan. Wajah perempuan yang tenang bukanlah tanda pasrah, melainkan ekspresi dari kebijaksanaan yang memahami paradoks eksistensi: untuk bertahan, ia harus “mengalir,” tapi untuk mengalir, ia harus menerima bentuk wadah yang mengekangnya. “Tubuh ini dipotong, digantung, dibingkai, namun dalam setiap potongan, air tetap mengalir — membawa sukma yang tidak dapat dikurung oleh bentuk.”
Published: Oct 27, 2025
Share to:
Facebook Twitter Linkedin
deborah ram mozes
MADAM123SENIKRAT456
by deborah ram mozes
Ieu Awewe (Ini Perempuan) Medium: Blue Pencil Drawing on Banana Paper (Cut-Out Installation) Ukuran: A2 Karya “Ieu Awewe” menghadirkan sosok perempuan Sunda yang tampak sederhana, lembut, dan tradisional, namun menyimpan kekuatan batin, kearifan, dan kesadaran kosmologis yang dalam. Dengan menggunakan banana paper sebagai medium — bahan organik yang merepresentasikan kealamian, keberlanjutan, dan ketahanan — karya ini menjadi metafora tubuh perempuan yang hidup di antara kerentanan dan kekuatan. Terinspirasi dari Jacob Soemardjo dalam Pola Rasionalitas Sunda, karya ini menafsirkan kembali pandangan Sunda Buhun tentang perempuan sebagai penjaga keseimbangan semesta (pangreksa buana). Dalam tradisi Sunda, perempuan diidentikkan dengan unsur air — lembut tapi kuat, diam namun terus mengalir. Air menjadi simbol rasionalitas cair (fluid rationality): nalar yang tidak keras dan kaku seperti logika Barat, tetapi halus, intuitif, dan menyatu dengan alam. Namun, karya ini tidak berhenti pada pemujaan terhadap simbol perempuan. Potongan kertas yang membentuk figur perempuan ini adalah kritik tajam terhadap sistem sosial patriarki. Karya ini dipotong mengikuti bentuk tubuh dan wajah perempuan, lalu digantung dengan benang tipis — seperti tubuh yang harus terus menyesuaikan diri agar bisa “terlihat indah,” “terukur,” dan “diterima.” Perempuan di sini tidak hanya digambarkan, tetapi juga diperlakukan secara simbolik sebagaimana perannya dalam masyarakat: ditempel, digantung, dipotong sesuai dengan bingkai sosial yang membatasinya. Rambut yang menjelma menjadi sulur daun dan bunga melambangkan pertumbuhan spiritual dan kekuatan alamiah perempuan, namun juga memperlihatkan bagaimana keindahan seringkali dijadikan legitimasi estetika untuk menutupi kontrol sosial atas tubuh dan peran perempuan. Dalam konteks estetika paradoks Soemardjo, karya ini mempertemukan dua dunia: antara keindahan dan luka, antara keheningan dan perlawanan. Wajah perempuan yang tenang bukanlah tanda pasrah, melainkan ekspresi dari kebijaksanaan yang memahami paradoks eksistensi: untuk bertahan, ia harus “mengalir,” tapi untuk mengalir, ia harus menerima bentuk wadah yang mengekangnya. “Tubuh ini dipotong, digantung, dibingkai, namun dalam setiap potongan, air tetap mengalir — membawa sukma yang tidak dapat dikurung oleh bentuk.”
Instagram: https://www.instagram.com/madam_senikrat/

Comments (0)

You must be logged in to comment.
More by deborah ram mozes
See All
“Wening Lenyepan” (Keheningan yang Menyerap Segalanya) “Ieu Kumaha Carana? Reuk Asup!!” (Bagaimana Caranya Ini? Susah Masuk!!) Jangar “Teu Ningali Tapi Nyaho” (Melihat Tapi Buta)
Terms and Conditions Privacy Policy How To Contact Us
COPYRIGHT 2025 All rights reserved
COPYRIGHT 2025 All rights reserved

Delete Post

Are you sure you want to delete this post?

KICK MUSIC ART DCDC +
Band Photo
Song Title
0:00 0:00
play
pause
KICK MUSIC ART DCDC +